Senin, 17 April 2017

Makalah Komunikasi dan Khotbah



BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Komunikasi adalah proses transaksi pesan. Transaksi mengenai apa? Mengenai gagasan, ide, pesan, simbol, informasi, atau pesan. Komunikasi sangat penting dalam pelayanan seorang gembala atau pastor.[1] Gembala dalam berinteraksi dengan jemaat menggunakan komunikasi yang baik dan benar sesuai dengan kebenaran Allah. Yesus telah menjadi komunikator terbaik dalam menyampaikan pesan Allah kepada banyak orang dan menjadi berkat. Perkataan dan perbuatanNya telah mengkomunikasikan maksud Allah kepada umatNya. Yesus menggunakan berbagai sarana untuk mengkomunikasikan Injil kepada banyak orang, baik dengan berbicara perumpamaan, kotbah, ilustrasi, maupun  pernyataanNya sendiri.[2]
Khotbah adalah pelayanan rohani, Hasan Sutanto membenarkan hal itu bahwa; “Berkhotbah adalah pelayanan yang bersifat rohani. Berkotbah adalah tugas setiap orang beriman. Baik pengkotbah maupun jemaat, tugasnya dalam berkotbah adalah sama, yaitu mewartakan Firman Allah dan membantu jemaat untuk memahami makna Firman Allah dalam hidup, serta mengalami kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Berkotbah bukanlah suatu tugas yang mudah, karena masalahnya bukan hanya pada sisi persiapan dan penulisan khotbah tetapi juga pada penyampaian.[3] Dalam hal ini bagaiman seorang pengkotbah mengkomunikasikan maksud Allah kepada jemaat. Ada kotbah yang sangat bagus dan bermutu yang telah lama disiapkan, akan tetapi ketika disampaikan kepada jemaat, kotbah itu terasa kering, tidak menarik, atau pesannya tidak dapat ditangkap oleh pendengar. Tetapi ada khotbah yang sederhana dan nampaknya biasa-biasa saja malah menarik dan berkesan bagi pendengar. Mengapa? Para pendengar atau jemaat sangat berharap akan mendapat sesuatu dari pengkotbah, akan tetapi banyak pendengar yang akhirnya gusar dan menggerutu karena kotbah itu disampaikan layaknya mengajar di perguruan tinggi, pengkotbah tidak melihat jemaat dan terpaku pada teks yang dibuatnya. Khotbah selalu merupakan keperluan, karena khotbah begitu terkait pada kehidupan gereja. Pemberitaan kabar baiklah yang menjadikan
gereja ada; dan hanya pemberitaan itu pulalah yang dapat menjaga kehidupan di gereja. Catatan sejarah Kristen telah menunjukkan bahwa kekuatan gereja secara langsung berhubungan dengan kekuatan mimbar. Apabila berita dari mimbar tidak mantap dan goyah, maka gereja lemah; apabila mimbar menyajikan berita yang pasti, dan tegas, maka gereja kuat. Khotbah yang efektif sangat perlu, Khotbah sangat penting bagi kekristenan.[4]
Dalam bukunya yang berjudul "History of Preaching, E. C. Dargon mengatakan, "Berkhotbah adalah unsur dan ciri penting dari agama Kristen." Lebih lanjut ia mengatakan bahwa "Khotbah" adalah ciptaan dari agama Kristen. Mengapa demikian? Ia mengatakan, "Karena Pendiri Agama Kristen adalah seorang 'Pengkhotbah'. Baik pendahuluNya, yaitu Yohanes Pembaptis maupun penerusNya, yaitu para rasul, semuanya adalah pengkhotbah yang menyampaikan Firman Allah. Sebab itu, khotbah yang mengajar dan memproklamasikan Firman Tuhan, merupakan karakteristik dasar yang tidak berubah dari agama Kristen."
1.2 Rumusan Masalah
- Kesanggupan Berkomunikasi
- Pokok masalah penghambat Komunikasi dalam  berkhotbah
1.3 Tujuan
- Agar pendengar tahu bahwa dalam menyampaikan pesan melalui berkhotbah perlu belajar.
- Agar pendengar mengerti  penghambat komunikasi dalam berkhotbah

BAB II
PEMBAHASAN
KOMUNIKASI DAN BERKHOTBAH
Firman Tuhan Yang menjadi dasar komunikasi dalam Khotbah adalah Para Rasul 2:14 “Maka bangkitlah Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu, dan dengan suara nyaring ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang Yahudi dan kamu semua yang tinggal di Yerusalem, ketahuilah dan camkanlah perkataanku ini.” Dan Kemudian dilanjutkan dengan Matius 5 dalam matius 5 ini penulis hanya mengambil prikopnya saja yaitu “Khotbah di Bukit. Penulis yakin Yesus memilih berkhotbah di bukit agar di bisa dilihat orang banyak dan suara-Nya dapat di dengar dengan jelas dan alasan-alasan yang lainnya.
Khotbah adalah suatu proses komunikasi. Dalam bacaan dari Kitab Suci, Sabda Allah dikomunikasikan kepada umat, dan dalam khotbah komunikasi itu diperdalam sehingga umat dapat menangkap dan memahami, serta memetik pesan dari Sabda Allah yang dibacakan. Meskipun penyampaian khotbah bukanlah satu-satunya kriteria sehingga khotbah itu berbuah, akan tetapi ini termasuk salah satu hal yang fundamental.
2.1 Kesanggupan Berkomunikasi
Kesanggupan berkomunikasi setiap orang tentulah tidak sama. Kemampuan berkomunikasi berhubungan dengan pendidikan formal yang diterima orang yang bersangkutan. Salah satunya, orang yang mendapat pendidikan yang baik dapat memakai bahasa dengan baik pula. Pembawaan, latar belakang keluarga, pengalaman dalam pergaulan, dan budaya di mana seorang dibesarkan juga ikut menentukan kemampuannya berkomunikasi. Ada orang tertentu sejak kecil sudah pandai berbicara.
            Ketika seseorang sanggup mengenal kesedihan orang lain dan mengungkapkan kesedihan itu, ia telah maju dalam hal berkomunikasi. Jadi, pengkhotbah perlu melatih kesanggupan berkomunikasi secara lisan. Komunikasi lisan memang penting. Pengkhotbah perlu memperhatikan kontak mata dan suaranya dalam penyampaian khotbah. Tetapi komunikasi lisan perlu didukung isi khotbah yang  bermutu dengan memperhatikan komunikasi tertulis juga.[5]
2.2 Pokok masalah penghambat Komunikasi dalam  berkhotbah
pada item pesan diturunkan 7 pertanyaan sebagai identifikasi pokok masalah, di antaranya; Pertama, pesan yang disampaikan dalam khotbah harus merupakan pesan yang bersumber dari Alkitab. Kedua, pesan khotbah diuraikan berdasarkan teks atau konteks kitab yang telah dibacakan. Ketiga, pesan khotbah itu hendaknya bersifat universal, relevan dan sesuai dengan kebutuhan komunikannya. Keempat, pesan khotbah juga hendaknya bersifat aktual, sesuai dengan situasi dan kondisi komunikannya. Kelima, menyampaikan pesan dalam khotbah tidak dengan nada kesombongan pribadi oleh komunikator kepada komunikan. Keenam, komunikator atau pengkhotbah perlu menghindari kesan pilih kasih di antara
pendengarnya pada saat menyampaikan pesan khotbahnya. Ketujuh, pesan khotbah juga selayaknya mengalami peningkatan, kemajuan dan pembaruan sesuai dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis akan mengangkat beberapa point yang paling besar pengaruhnya dalam kegagalan komunikasi khotbah diantaranya:
2.1.1 Monoton
·         Suara pengkotbah haruslah terang dan cukup nyaring.
Monoton adalah sesuatu yang harus dihindarkan dalam berkotbah. Ke‘monoton’an ini haruslah pengkotbah sadari apa penyebabnya. Beberapa penyebab antara lain, karena khotbah itu dibacakan begitu saja dari naskah. Usaha pengkotbah untuk membaca dengan lancar akan mengalihkan perhatiannya dari pengucapan yang menarik dan memikirkan isi khotbah. Monoton juga bisa terjadi bila teks khotbah dihafal secara mekanis, sehingga ketika berkotbah, si pengkotbah hanya melafalkan atau mereproduksi apa yang telah ditulisnya, dan tetap terpaku padanya. Pengkotbah pasti akan takut bila ia lupa pada teks, sehingga kemungkinan untuk berbicara lebih leluasa dan lebih aktual akan sulit. Penyebab lainnya adalah bila khotbahnya ditulis terlalu panjang, dan pengkotbah takut berbicara terlalu lama, sehingga ia berbicara dengan cepat. Pendengar tidak akan sanggup mengikuti dan akhirnya mereka akan sulit untuk menangkap isi khotbah karena tempo dalam berbicaranya terlalu  cepat.
Khotbah yang baik tidak akan mengesankan bila umat tidak dapat mengertinya karena suara pengkotbah terlalu lembut atau pengkotbah tidak membuka mulutnya dengan semestinya. Yang dapat mengakibatkan sipenerima (Komunikan) tidak dapat menangkap suara Komunikator dengan jelas. Dalam hal ini kita bisa berguru pada Petrus, yang berdiri kemudian berkata dengan suara nyaring, kepada orang-orang yang mendengarnya (Kisah Para Rasul 2:14 dan Matius 5). Akan tetapi, tidak cocok juga kalau suara pengkotbah terlalu besar karena akan memekakkan telinga dan meletihkan para pendengar atau bahkan menjengkelkan mereka, sehingga pesan yang ingin disampaikan tidak begitu di tangkap oleh si pendengar. Khotbah dengan suara monoton, akan membuat pendengar bosan dan mengantuk, dan dengan demikian mereka tidak akan digerakkan meskipun isi khotbahnya bagus dan bermutu. Perubahan suara yang dibuat oleh pengkotbah sangat penting sebab dapat mengubah perasaan dan emosi yang menyertai maksud yang disampaikan. Perasaan-perasaan, seperti marah, heran, jemu, gembira, tidak sabar, bergairah, sedih, tidak percaya dapat ditampakkan hanya dengan mengubah kualitas suara.
·         Bahasa Tubuh
Dalam komunikasi, orang belajar, memahami, mengerti dan menangkapnya dari pemberi pembelajaran dengan pengaruh dari kata-kata = 7 %, pengaruh dari suara = 38 %, pengaruh dari bahasa tubuh, terutama wajah = 55 %. Dengan demikian, suara dan bahasa tubuh membuat 93 % dampaknya dalam komunikasi.Bahasa tubuh (nonverbal) ternyata berpengaruh sangat besar dalam komunikasi, yakni 55 %. Sebab gerakan tubuh, ekspresi wajah, termasuk nada suara, tidak dapat dibuat-buat. Ia selalu menggambarkan keadaan hati dan pikiran seseorang. Bahasa nonverbal dapat berfungsi menguatkan, menekankan, memperteguh, mengulangi dan melengkapi apa yang telah diucapkan (secara verbal).[6] Dengan didayagunakannya bahasa nonverbal ini, maka pemahaman pesan yang disampaikan menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih jelas
BAB III
PENYELESAIAN
3.1 Penganalan Terhadap Komunikan/Pendengar
Pada Konteks Komunikan/ Pendengar
Yang menjadi kunci keberhasilan komunikasi dalam berkhotbah adalah Komunikator itu sendiri. Sehingga komunikator harus memperhatikan beberapa hal agar pesan sampai pada tujuan yang di inginkan komunikan, pada item pengenalan komunikator pada konteks komunikan/ pendengar ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai identifikasi pokok masalah, di antaranya; Pertama, seorang pengkhotbah perlu mamahami sikon (situasi dan kondisi) pendengarnya. Khotbah di dalam masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Batak khususnya, masih merupakan media pengajaran utama dalam menerima firman Tuhan oleh sebab itu haruslah kontekstual. Pengkhotbah yang mampu berkhotbah secara, dalam arti mahir mengaplikasikan nas-nas Alkitab ke dalam kehidupan sehari-hari, akan mudah mendapatkan simpati dari jemaat. Kedua, seorang pengkhotbah perlu mengetahui latar belakang pendidikan para pendengarnya. Sebelum pengkhotbah mengkhotbahkan khotbahnya dia harus tahu terlebih dahulu tingkatan pendidikan komunikan, agar komunikator bisa memakai bahasa yang mereka pahami secara merata. Ketiga, seorang pengkhotbah perlu memahami latar belakang hidup keseharian para pendengarnya. Keempat, seorang pengkhotbah perlu memahami keadaan ekonomi dan status sosial para pendengarnya. Kelima, seorang pengkhotbah perlu mengetahui latar belakang budaya (suku) para pendengarnya. Keenam, seorang pengkhotbah perlu menyadari adanya perbedaan umur (kaum muda – orang tua) di antara pendengarnya. Ketujuh, seorang pengkhotbah perlu mempertimbangkan kapabilitas dan kompetensi di antara pendengarnya.[7]

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Komunikasi kita efektif kalau para pendengarnya memahami dan mengerti dengan jelas apa yang disampaikan oleh yang berbicara. Isi dan pesan yang disampaikan itu mampu masuk ke dalam batinnya yang paling dalam, sehingga mempengaruhi sikap dan perilakunya. Ia mendorong dan memotivasinya untuk bertindak dan berbuat sesuatu yang baik, yang dapat dan mampu memperbaiki relasi kehidupan yang lebih baik lagi. Kemudian, dalam dan dampak komunikasi itu adalah lahir dan munculnya perasaan senang, gembira sukacita bahkan bahagia. Komunikasi itu menyenangkan hatinya.
Komunikasi yang menghadirkan daya tarik dan rasa senang pada sebuah khotbah, dapat terjadi bila disusun tema dan tujuan khotbah, logis dan sistematis, mudah diingat, variasi dalam model khotbah, menyelami kebutuhan pendengar, mendayagunakan Ilustrasi dan kesaksiaan.  Dengan demikian, khotbah kita, selain menarik dan mengesankan, tetapi juga diberkati dan dipakai oleh Tuhan, sehingga mempunyai kekuatan untuk mengubah kehidupan para pendengarnya.
4.2 Saran
Seorang hamba Tuhan yang bersikap sungguh-sungguh pada Tuhan dan hangat pada para pendengarnya, pasti pula seorang hamba Tuhan yang rajin untuk selalu merevisi bahan khotbahnya. Ia pasti rajin membaca Alkitab dan berdoa, rajin pula menunggu berita dari hadirat Tuhan; rajin membaca buku-buku rohani dan buku-buku lain yang bisa menambah wawasannya; rajin berkunjung dan mengetahui secara jelas kebutuhan rohani dari individu maupun keluarga anggota gereja; rajin mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan khotbahnya.

4.3 DAFTAR PUSTAKA
1. Suranto Aw. 2010. Komunikasi Sosial Budaya,  Graha ilmu: Yogyakarta
2. Sutanto Hasan. 2004. Homiletik, Prinsip dan Metode Berkhotbah, BPK Gunung Mulia: Jakarta
3. LH
Phillip , Seni Komunikasi Pemimpin
4. GP Harianto. 2012. Komunikasi dalam pemberitaan injil, Anggota IKAPI:Yogyakarta
5.
WWW.Komunikasi dan Khotbah


[1] Harianto Gp, Komunikasi dalam Pemberitaan Injil. (Yogyakarta, IKAPI) hlm 1
[2] Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya. (Yogyakarta, Graha ilmu 2010) hlm 4
[3] Hasan Sutanto, Homiletik, Prinsip dan Metode Berkhotbah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004), hlm 173.
[4] Hasan Sutanto, Homiletik, Prinsip dan Metode Berkhotbah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004), hlm 173.

[5] Hasan Sutanto, Homiletik, Prinsip dan Metode Berkhotbah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004)hlm 157
[6] Phillip LH, Seni Komunikasi Pemimpin, hlm 59-65
[7] Hasan Sutanto, Homiletik, Prinsip dan Metode Berkhotbah. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004)hlm 170

Tidak ada komentar:

Posting Komentar