BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Komunikasi adalah proses transaksi
pesan. Transaksi mengenai apa? Mengenai gagasan, ide, pesan, simbol, informasi,
atau pesan. Komunikasi sangat penting dalam pelayanan seorang gembala atau
pastor.[1]
Gembala dalam berinteraksi dengan jemaat menggunakan komunikasi yang baik dan
benar sesuai dengan kebenaran Allah. Yesus telah menjadi komunikator terbaik
dalam menyampaikan pesan Allah kepada banyak orang dan menjadi berkat.
Perkataan dan perbuatanNya telah mengkomunikasikan maksud Allah kepada umatNya.
Yesus menggunakan berbagai sarana untuk mengkomunikasikan Injil kepada banyak
orang, baik dengan berbicara perumpamaan, kotbah, ilustrasi, maupun pernyataanNya sendiri.[2]
Khotbah adalah pelayanan rohani, Hasan Sutanto
membenarkan hal itu bahwa; “Berkhotbah adalah pelayanan yang bersifat rohani. Berkotbah adalah tugas setiap orang
beriman. Baik pengkotbah maupun jemaat, tugasnya dalam berkotbah adalah sama,
yaitu mewartakan Firman Allah dan membantu jemaat untuk memahami makna Firman
Allah dalam hidup, serta mengalami kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Berkotbah
bukanlah suatu tugas yang mudah, karena masalahnya bukan hanya pada sisi
persiapan dan penulisan khotbah tetapi juga pada penyampaian.[3]
Dalam hal ini bagaiman seorang pengkotbah mengkomunikasikan maksud Allah
kepada jemaat. Ada
kotbah yang sangat bagus dan bermutu yang telah lama disiapkan, akan tetapi
ketika disampaikan kepada jemaat, kotbah itu terasa kering, tidak menarik, atau pesannya
tidak dapat ditangkap oleh pendengar. Tetapi ada khotbah yang sederhana dan
nampaknya biasa-biasa saja malah menarik dan berkesan bagi pendengar. Mengapa?
Para pendengar atau jemaat sangat berharap akan mendapat sesuatu dari
pengkotbah, akan tetapi banyak pendengar yang akhirnya gusar dan menggerutu
karena kotbah itu disampaikan layaknya mengajar di perguruan tinggi, pengkotbah
tidak melihat jemaat dan terpaku pada teks yang dibuatnya. Khotbah
selalu merupakan keperluan, karena khotbah begitu terkait pada kehidupan gereja.
Pemberitaan kabar baiklah yang menjadikan
gereja ada; dan hanya pemberitaan itu
pulalah yang dapat menjaga kehidupan di gereja. Catatan sejarah Kristen telah
menunjukkan bahwa kekuatan gereja secara langsung berhubungan dengan kekuatan
mimbar. Apabila berita dari mimbar tidak mantap dan goyah, maka gereja lemah;
apabila mimbar menyajikan berita yang pasti, dan tegas, maka gereja kuat.
Khotbah yang efektif sangat perlu, Khotbah sangat penting bagi kekristenan.[4]
Dalam bukunya yang berjudul
"History of Preaching, E. C. Dargon mengatakan, "Berkhotbah adalah
unsur dan ciri penting dari agama Kristen." Lebih lanjut ia mengatakan
bahwa "Khotbah" adalah ciptaan dari agama Kristen. Mengapa demikian?
Ia mengatakan, "Karena Pendiri Agama Kristen adalah seorang 'Pengkhotbah'.
Baik pendahuluNya, yaitu Yohanes Pembaptis maupun penerusNya, yaitu para rasul,
semuanya adalah pengkhotbah yang menyampaikan Firman Allah. Sebab itu, khotbah
yang mengajar dan memproklamasikan Firman Tuhan, merupakan karakteristik dasar
yang tidak berubah dari agama Kristen."
1.2
Rumusan Masalah
- Kesanggupan Berkomunikasi
- Pokok masalah penghambat Komunikasi dalam berkhotbah
- Kesanggupan Berkomunikasi
- Pokok masalah penghambat Komunikasi dalam berkhotbah
1.3
Tujuan
- Agar pendengar
tahu bahwa dalam menyampaikan pesan melalui berkhotbah perlu belajar.
- Agar pendengar mengerti penghambat komunikasi dalam berkhotbah
- Agar pendengar mengerti penghambat komunikasi dalam berkhotbah
BAB II
PEMBAHASAN
KOMUNIKASI DAN BERKHOTBAH
PEMBAHASAN
KOMUNIKASI DAN BERKHOTBAH
Firman Tuhan Yang menjadi dasar komunikasi dalam
Khotbah adalah Para Rasul 2:14 “Maka
bangkitlah Petrus berdiri dengan kesebelas rasul itu, dan dengan suara nyaring
ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang Yahudi dan kamu semua yang
tinggal di Yerusalem, ketahuilah dan camkanlah perkataanku ini.” Dan
Kemudian dilanjutkan dengan Matius 5 dalam matius 5 ini penulis hanya mengambil
prikopnya saja yaitu “Khotbah di Bukit. Penulis
yakin Yesus memilih berkhotbah di bukit agar di bisa dilihat orang banyak dan
suara-Nya dapat di dengar dengan jelas dan alasan-alasan yang lainnya.
Khotbah adalah suatu
proses komunikasi. Dalam bacaan dari Kitab Suci, Sabda Allah dikomunikasikan
kepada umat, dan dalam khotbah komunikasi itu diperdalam sehingga umat dapat
menangkap dan memahami, serta memetik pesan dari Sabda Allah yang dibacakan.
Meskipun penyampaian khotbah bukanlah satu-satunya kriteria sehingga khotbah itu
berbuah, akan tetapi ini termasuk salah satu hal yang fundamental.
2.1 Kesanggupan Berkomunikasi
Kesanggupan berkomunikasi setiap orang tentulah tidak sama.
Kemampuan berkomunikasi berhubungan dengan pendidikan formal yang diterima
orang yang bersangkutan. Salah satunya, orang yang mendapat pendidikan yang
baik dapat memakai bahasa dengan baik pula. Pembawaan, latar belakang keluarga,
pengalaman dalam pergaulan, dan budaya di mana seorang dibesarkan juga ikut
menentukan kemampuannya berkomunikasi. Ada orang tertentu sejak kecil sudah
pandai berbicara.
Ketika seseorang sanggup mengenal kesedihan orang lain dan mengungkapkan
kesedihan itu, ia telah maju dalam hal berkomunikasi. Jadi, pengkhotbah perlu
melatih kesanggupan berkomunikasi secara lisan. Komunikasi lisan memang
penting. Pengkhotbah perlu memperhatikan kontak mata dan suaranya dalam
penyampaian khotbah. Tetapi komunikasi lisan perlu didukung isi khotbah
yang bermutu dengan memperhatikan komunikasi tertulis juga.[5]
2.2
Pokok masalah penghambat Komunikasi dalam
berkhotbah
pada item pesan
diturunkan 7 pertanyaan sebagai identifikasi pokok masalah, di antaranya; Pertama,
pesan yang disampaikan dalam khotbah harus merupakan pesan yang bersumber dari
Alkitab. Kedua, pesan khotbah diuraikan berdasarkan teks atau konteks
kitab yang telah dibacakan. Ketiga, pesan khotbah itu hendaknya bersifat
universal, relevan dan sesuai dengan kebutuhan komunikannya. Keempat,
pesan khotbah juga hendaknya bersifat aktual, sesuai dengan situasi dan kondisi
komunikannya. Kelima, menyampaikan pesan dalam khotbah tidak dengan nada
kesombongan pribadi oleh komunikator kepada komunikan. Keenam,
komunikator atau pengkhotbah perlu menghindari kesan pilih kasih di antara
pendengarnya pada saat menyampaikan pesan
khotbahnya. Ketujuh, pesan khotbah juga selayaknya mengalami
peningkatan, kemajuan dan pembaruan sesuai dengan kemajuan dan perkembangan
ilmu pengetahuan. Penulis akan mengangkat beberapa point yang paling besar
pengaruhnya dalam kegagalan komunikasi khotbah diantaranya:
2.1.1
Monoton
·
Suara
pengkotbah haruslah terang dan cukup nyaring.
Monoton adalah sesuatu yang harus
dihindarkan dalam berkotbah. Ke‘monoton’an ini haruslah pengkotbah sadari apa
penyebabnya. Beberapa penyebab antara lain, karena khotbah itu dibacakan begitu
saja dari naskah. Usaha pengkotbah untuk membaca dengan lancar akan mengalihkan
perhatiannya dari pengucapan yang menarik dan memikirkan isi khotbah. Monoton
juga bisa terjadi bila teks khotbah dihafal secara mekanis, sehingga ketika
berkotbah, si pengkotbah hanya melafalkan atau mereproduksi apa yang telah
ditulisnya, dan tetap terpaku padanya. Pengkotbah pasti akan takut bila ia lupa
pada teks, sehingga kemungkinan untuk berbicara lebih leluasa dan lebih aktual
akan sulit. Penyebab lainnya adalah bila khotbahnya ditulis terlalu panjang,
dan pengkotbah takut berbicara terlalu lama, sehingga ia berbicara dengan cepat.
Pendengar tidak akan sanggup mengikuti dan akhirnya mereka akan sulit untuk
menangkap isi khotbah karena tempo dalam berbicaranya terlalu cepat.
Khotbah yang baik tidak akan mengesankan bila umat
tidak dapat mengertinya karena suara pengkotbah terlalu lembut atau pengkotbah
tidak membuka mulutnya dengan semestinya. Yang dapat mengakibatkan sipenerima
(Komunikan) tidak dapat menangkap suara Komunikator dengan jelas. Dalam hal ini
kita bisa berguru pada Petrus, yang berdiri kemudian berkata dengan suara
nyaring, kepada orang-orang yang mendengarnya (Kisah Para Rasul 2:14 dan Matius 5). Akan tetapi, tidak cocok juga
kalau suara pengkotbah terlalu besar karena akan memekakkan telinga dan
meletihkan para pendengar atau bahkan menjengkelkan mereka, sehingga pesan yang
ingin disampaikan tidak begitu di tangkap oleh si pendengar. Khotbah dengan
suara monoton, akan membuat pendengar bosan dan mengantuk, dan dengan demikian
mereka tidak akan digerakkan meskipun isi khotbahnya bagus dan bermutu.
Perubahan suara yang dibuat oleh pengkotbah sangat penting sebab dapat mengubah
perasaan dan emosi yang menyertai maksud yang disampaikan. Perasaan-perasaan,
seperti marah, heran, jemu, gembira, tidak sabar, bergairah, sedih, tidak
percaya dapat ditampakkan hanya dengan mengubah kualitas suara.
·
Bahasa
Tubuh
Dalam
komunikasi, orang belajar, memahami, mengerti dan menangkapnya dari pemberi
pembelajaran dengan pengaruh dari kata-kata = 7 %, pengaruh dari suara = 38 %,
pengaruh dari bahasa tubuh, terutama wajah = 55 %. Dengan demikian, suara dan
bahasa tubuh membuat 93 % dampaknya dalam komunikasi.Bahasa tubuh (nonverbal)
ternyata berpengaruh sangat besar dalam komunikasi, yakni 55 %. Sebab gerakan
tubuh, ekspresi wajah, termasuk nada suara, tidak dapat dibuat-buat. Ia selalu
menggambarkan keadaan hati dan pikiran seseorang. Bahasa nonverbal dapat
berfungsi menguatkan, menekankan, memperteguh, mengulangi dan melengkapi apa
yang telah diucapkan (secara verbal).[6]
Dengan didayagunakannya bahasa nonverbal ini, maka pemahaman pesan yang
disampaikan menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih jelas
BAB III
PENYELESAIAN
PENYELESAIAN
3.1
Penganalan Terhadap Komunikan/Pendengar
Pada Konteks Komunikan/
Pendengar
Yang menjadi kunci
keberhasilan komunikasi dalam berkhotbah adalah Komunikator itu sendiri. Sehingga
komunikator harus memperhatikan beberapa hal agar pesan sampai pada tujuan yang
di inginkan komunikan, pada item pengenalan komunikator pada konteks komunikan/
pendengar ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai identifikasi pokok
masalah, di antaranya; Pertama, seorang pengkhotbah perlu mamahami sikon
(situasi dan kondisi) pendengarnya. Khotbah di dalam masyarakat Indonesia
umumnya dan masyarakat Batak khususnya, masih merupakan media pengajaran utama
dalam menerima firman Tuhan oleh sebab itu haruslah kontekstual. Pengkhotbah
yang mampu berkhotbah secara, dalam arti mahir mengaplikasikan nas-nas Alkitab
ke dalam kehidupan sehari-hari, akan mudah mendapatkan simpati dari jemaat. Kedua,
seorang pengkhotbah perlu mengetahui latar belakang pendidikan para pendengarnya.
Sebelum pengkhotbah mengkhotbahkan khotbahnya dia harus tahu terlebih dahulu
tingkatan pendidikan komunikan, agar komunikator bisa memakai bahasa yang
mereka pahami secara merata. Ketiga, seorang pengkhotbah perlu memahami
latar belakang hidup keseharian para pendengarnya. Keempat, seorang pengkhotbah
perlu memahami keadaan ekonomi dan status sosial para pendengarnya. Kelima,
seorang pengkhotbah perlu mengetahui latar belakang budaya (suku) para pendengarnya.
Keenam, seorang pengkhotbah perlu menyadari adanya perbedaan umur (kaum
muda – orang tua) di antara pendengarnya. Ketujuh, seorang pengkhotbah
perlu mempertimbangkan kapabilitas dan kompetensi di antara pendengarnya.[7]
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Komunikasi
kita efektif kalau para pendengarnya memahami dan mengerti dengan jelas apa
yang disampaikan oleh yang berbicara. Isi dan pesan yang disampaikan itu mampu
masuk ke dalam batinnya yang paling dalam, sehingga mempengaruhi sikap dan
perilakunya. Ia mendorong dan memotivasinya untuk bertindak dan berbuat sesuatu
yang baik, yang dapat dan mampu memperbaiki relasi kehidupan yang lebih baik
lagi. Kemudian, dalam dan dampak komunikasi itu adalah lahir dan munculnya
perasaan senang, gembira sukacita bahkan bahagia. Komunikasi itu menyenangkan
hatinya.
Komunikasi yang menghadirkan daya tarik dan rasa senang pada sebuah
khotbah, dapat terjadi bila disusun tema dan tujuan khotbah, logis dan
sistematis, mudah diingat, variasi dalam model khotbah, menyelami kebutuhan
pendengar, mendayagunakan Ilustrasi dan kesaksiaan. Dengan demikian,
khotbah kita, selain menarik dan mengesankan, tetapi juga diberkati dan dipakai
oleh Tuhan, sehingga mempunyai kekuatan untuk mengubah kehidupan para
pendengarnya.
4.2
Saran
Seorang hamba Tuhan yang bersikap
sungguh-sungguh pada Tuhan dan hangat pada para pendengarnya, pasti pula
seorang hamba Tuhan yang rajin untuk selalu merevisi bahan khotbahnya. Ia pasti
rajin membaca Alkitab dan berdoa, rajin pula menunggu berita dari hadirat
Tuhan; rajin membaca buku-buku rohani dan buku-buku lain yang bisa menambah
wawasannya; rajin berkunjung dan mengetahui secara jelas kebutuhan rohani dari
individu maupun keluarga anggota gereja; rajin mengumpulkan bahan-bahan yang
berkaitan dengan khotbahnya.
4.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Suranto Aw. 2010.
Komunikasi Sosial Budaya, Graha ilmu: Yogyakarta
2. Sutanto Hasan. 2004.
Homiletik, Prinsip dan Metode
Berkhotbah, BPK Gunung Mulia: Jakarta
3. LH Phillip , Seni Komunikasi Pemimpin
3. LH Phillip , Seni Komunikasi Pemimpin
4. GP Harianto. 2012. Komunikasi dalam
pemberitaan injil, Anggota IKAPI:Yogyakarta
5. WWW.Komunikasi dan Khotbah
5. WWW.Komunikasi dan Khotbah
[1]
Harianto Gp, Komunikasi dalam Pemberitaan Injil. (Yogyakarta, IKAPI) hlm 1
[2]
Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya. (Yogyakarta, Graha ilmu 2010) hlm 4
[3]
Hasan Sutanto, Homiletik,
Prinsip dan Metode Berkhotbah.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004), hlm 173.
[4]
Hasan Sutanto, Homiletik,
Prinsip dan Metode Berkhotbah.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004), hlm 173.
[5]
Hasan
Sutanto, Homiletik, Prinsip dan
Metode Berkhotbah. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2004)hlm 157
[6]
Phillip LH, Seni Komunikasi
Pemimpin, hlm 59-65
[7]
Hasan
Sutanto, Homiletik, Prinsip dan
Metode Berkhotbah. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2004)hlm 170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar