Senin, 17 April 2017

Makalah BAGAIMANA MENGELOLAH PADUAN SUARA



BAB I
PADUAN SUARA
BAGAIMANA MENGELOLAH PADUAN SUARA
1. Latar Belakang
Musik paduan suara adalah musik yang dibawakan oleh kelompok paduan suara atau choir . Istilah paduan suara juga bermacam-macam di beberapa negara, seperti Koor dalam bahasa Belanda, Choros dalam bahasa Yunani ataupun Choir dalam bahasa Inggris, yang berarti penggabungan suara kedalam satu bagian. Paduan suara biasanya dipimpin oleh seorang dirigen yang umumnya pula adalah pelatih. Paduan suara dapat bernyanyi dengan atau tanpa iringan alat musik.
Penggabungan suara yang dimaksud adalah penggabungan suara berdasarkan tinggi rendah suara pria dan wanita. Dengan detail sebagai berikut : Sopran (suara tinggi wanita), Alto (suara rendah wanita), Tenor (suara tinggi pria), Bass (suara rendah pria). Saat menyanyikan dalam satu nada yang sama maka dikatakan sebagai Unisono. Paduan suara adalah sekelompok orang yang bernyanyi bersama, terdiri dari dua atau lebih jenis suara dan dipimpin oleh  seorang dirigen. Kata paduan suara dapat berarti suara-suara yang dipadukan, tentunya lebih dari satu penyanyi. Sitompul (1999: 1) berpendapat bahwa: Paduan suara adalah suatu kumpulan penyanyi yang menyanyi bersama. Secara umum dapat diartikan himpunan dari sejumlah penyanyi yang dikelompokkan menurut jenis suaranya.[1] Pemimpin dalam sebuah paduan suara adalah seorang dirigen. Paduan Suara gereja diberi tugas untuk menolong jemaat menyanyikan lagu-lagu rohani.[2]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dirigen
Ada beberapa syarat atau kualifikasi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dirigen. Kualifikasi tersebut dibedakan menjadi dua aspek, yaitu aspek non teknis dan aspek teknis. Aspek tersebut dijelaskan oleh Listya (2007: 2-6) yang berbunyi: Aspek non teknis yaitu komunikatif, sikap terbuka, tekun dan kerja keras, kreatif dan inovatif, kooperatif, serta disiplin tinggi dan serius. Aspek teknis yaitu pendengaran yang baik, pengetahuan mengenai teknik vokal, pengetahuan mengenai teori musik, pengetahuan mengenai ilmu bentuk analisa, pengetahuan mengenai teknik mengabah, pengetahuan mengenai sejarah musik dan repertoire lagu paduan suara, kemampuan dalam hal sight-singing, serta kemampuan memainkan piano. Dari aspek tersebut diharapkan bahwa seorang dirigen adalah seorang yang mumpuni dan menguasai dalam bidang paduan suara. Seorang dirigen memiliki peran yang sangat dominan dalam sebuah paduan suara. Kriteria-kriteria untuk dapat disebut sebagai dirigen adalah bukan orang sembarangan dan yang seolah-olah hanya sebagai sebuah pajangan hidup yang bergerak dengan tangannya dalam memimpin sebuah paduan suara secara asal. Akan tetapi lebih dari itu dituntut memiliki kecakapan-kecakapan dan kepekaan musikalitas yang tinggi terhadap seni paduan suara.[3]

2.2 Cara Seleksi Anggota Paduan Suara
Perekrutan anggota melalui mekanisme seleksi. Seleksi tersebut didasarkan pada beberapa kriteria. Secara musikalitas kriteria tersebut meliputi materi suara, tes pendengaran (solfeggio), primavistavokal atau sight reading, serta tes kemampuan menirukan dan memainkanirama. Melalui tes materi suara dapat diketahui jenis suara, jangkauan nada atau ambituscalon anggota paduan suara tersebut. Dengan demikian calon anggota yang nantinya diterima penyanyi dalampaduan suara ini ditempatkan sesuai jenis suaranya. Jenis suara terdiri dari Sopran, Alto, Tenor, dan Bas (SATB).
Melalui tes  pendengaran (solfeggio),para penyanyi dituntut mampu mendengarkan, menirukan, atau membunyikan tinggi rendah bunyi atau nada, menirukan rangkaian melodi dan irama. Dengan demikian dapat diketahui tingkat kepekaan anggota terhadap nada atau bunyi yang didengarkan. Tes prima vistavokal/sight reading merupakan tes untuk mengetahui tingkat penguasaan anggota dalam membaca notasi musik. Sedangkan tes irama ditujukan untuk mengetahui tingkat kemampuan anggota dalam menguasai irama atau ritmik.

2.3 Dengan Siapa Organis dan Pemimpin padua suara Bekerja
Kontak yang teratur harus dijalin dengan pendeta.  Seorang pemimpin musik dan pendeta harus bekerja sama dalam sendiri dan mereka merencanakan pelayanan musik untuk ibadah Minggu maupun ibadah khusus.  Selama pelayanan berlangsung.  Mereka harus bekerja sama dan berinteraksi satu sama lain. Di kebanyakan gereja terdapat interaksi luas antara para guru, organis dan pemimpin paduan suara.  Guru sekolah Minggu sering kali memerlukan keahlian organis untuk membantu mengajarkan musik religius maupun untuk menyiapkan program musik khusus. Sekolah Kristen selalu memanfaatkan organis dan pemimpin paduan suara sebagai guru musik paruh-waktu dan pemimpin satu atau beberapa paduan suara anak-anak.
Penjadwalan,  pembelian alat dan pembayaran persediaan mengharuskan pemimpin musik berhubungan dengan sekretaris kantor gereja, Penjadwalan kegiatan-kegiatan yang memerlukan olrganis perlu diketahui oleh sekretaris yang menyusun jadwal kegiatan gereja. Dilahinpihak menginformasikan kepada orang-orang musik mengenai tempat dan jadwal kegiatan yang memerlukan partisipasi musik. Sekretaris kantor juga dapat melengkapi informasi mengenai cadangan dan jumlah anggaran yang disiapkan atau digunakan untuk pembelian dan servis alat-alat musik. Pemimpin musik harus bekerja sama juga dengan bendahara dalam membeli perlengkapan musik, bila dana kegiatan musik diperoleh dan dana tersebut telah dianggarkan untuk dana khusus musik, maka dana tersebut harus disalurkan melalui bendahara gereja yang bertindak sebagai pengawas dana tersebut. Kemudia juga bisa membagun hubungan dengan koster dan semua penata layanan.[4]
2.3 Mengelola Paduan Suara/mengelola masalah yang ada                                                          
Sebagian besar masalah paduan suara bukanlah masalah musiknya, melainkan masalah pengelolaannya (K.E Prier, SJ mengatakan bahkan lebih dari 70 % masalah paduan suara adalah masalah non teknis musik). Kita sering mendengar dan mengalami jatuh-bangunnya paduan suara. Sangat jarang paduan suara yang secara konsisten dapat bertahan, baik dari sisi jumlah maupun mutunya untuk kurun waktu lama (misalnya 5 tahun ke atas). Mengapa ?? Secara empiris dan praktis akan kita temui hal-hal di bawah ini.
1. MACETNYA REGENERASI ANGGOTA
Macetnya regenerasi menjadi masalah utama. Karena dimakan usia, maka jumlah anggota semakin lama semakin menua. Paduan suara mahasiswa dan sekolah menengah pasti akan ditinggalkan anggotanya karena lulus, paduan suara muda-mudi akan ditinggalkan anggotanya karena menikah atau pergi ke luar kota. Paduan suara bapak/ibu akan ditinggalkan anggotanya karena usia mereka semakin lanjut. Pendek kata, regenerasi menjadi masalah.
Cara Mengelola :
• Setiap periode tertentu, misalnya setahun sekali, merekrut anggota baru
2. TIDAK ADA PELATIH/DIRIGEN HANDAL
            Pelatih paduan suara terbatas. Meskipun seseorang memiliki suara yang bagus, namun belum tentu ia dapat memimpin paduan suara sebagai dirigen. Masalahnya ia tidak memiliki jiwa kepemimpinan dan memiliki hambatan dalam memberikan aba-aba serta bagaimana harus melatih anggotanya.
Cara Mengelola :
• Jangan tergantung pada satu orang dirigen. Setiap paduan suara hendaknya memiliki minimal 2 dirigen yang dapat bertugas bersamaan.
• Kaderisasi dirigen terus dilakukan dengan mengirimkan calon dirigen ke lembaga pelatihan dirigen.
• Kalau mengundang pelatih, pastikan ada kader dirigen yang berbagi tugas dengan pelatih saat tampil.
3. TUJUAN PADUAN SUARA TIDAK JELAS.
             Paduan suara yang tidak memiliki tujuan yang jelas akan cepat ambruk karena arahnya tidak ada. Tujuan paduan suara harus dirumuskan, misalnya : “Menjadi paduan suara terbaik di wilayah/gereja dengan menyanyikan lagu-lagu inkulturatif” atau “Menjadi paduan suara Gregorian” atau “Menjadi paduan suara dengan anggota khusus ibu-ibu/bapak-bapak”
Cara Mengelola :
• Buatlah tujuan paduan suara dengan jelas, dan sampaikan kepada seluruh anggota.
4. PADUAN SUARA TIDAK MEMILIKI PROGRAM KERJA.
Semestinya paduan suara memiliki program kerja. Misalnya, program tahunan. Sehingga dalam setahun paduan suara memiliki agenda kegiatan yang jelas. Anggota pun terpacu dengan acara yang diselenggarakan paduan suara, baik acara untuk menyanyi maupun refreshing serta pelatihan anggota. Bahkan acara yang menantang (misalnya mengikuti lomba/festival atau pegelaran) dapat dimasukkan dalam program tahunan tersebut.
5. TIDAK ADA PEMBAGIAN TUGAS (ONE MAN SHOW).
Ada pula paduan suara yang semuanya dikerjakan segelintir orang atau bahkan hanya tergantung pada satu orang. Keburukannya adalah bahwa rasa memiliki anggota menjadi lemah. Dan lebih bahaya dari hal tersebut, apabila terjadi halangan terhadap satu/beberapa orang pengelola, kegiatan paduan suara menjadi macet.
Cara Mengelola :
• Libatkan sebanyak mungkin anggota menjadi pengurus/pengelola.
• Pisahkan urusan Musik dan Manajemen. Musik menjadi tanggungjawab dirigen dan pengiring, sedangkan masalah lain (teks, kostum, persiapan latihan, konsumsi dan lain-lain) kepada anggota pengurus lainnya.[5]
6. LATIHAN TIDAK MENARIK
Sudah menjadi rahasia umum bahwa jumlah anggota yang datang latihan dan yang tampil berbeda. Pastilah lebih banyak yang tampil. Apabila terjadi demikian, yang tidak pernah latihan akan mengacau. Pengelola paduan suara sebaiknya tidak buru-buru menyalahkan mereka. Lebih baik apabila introspeksi : Apakah latihan paduan suara sudah menarik ??
Cara Mengelola :
• Carilah hal apa yang menarik anggota untuk datang.
• Sedapat mungkin latihan dimulai : ON TIME. Mengulur-ulur waktu mulai latihan adalah awal dari kebosanan berlatih.
• Pisahkan urusan latihan dengan urusan non latihan (Misalnya, kalau membicarakan kostum mencari waktu di luar latihan).
• Dirigen memiliki alokasi dan target waktu latihan dengan jelas (misalnya 15 menit pemanasan, 45 menit latihan I, 15 menit istirahat, 45 menit latihan II)
• Dirigen hendaknya mau menerima kritik dan masukan tanpa harus kehilangan wibawa.
• Dirigen mencari lagu yang menarik.
• Dirigen menghargai kehadiran anggota (yang umumnya suka-rela, tidak dibayar) dengan memberikan latihan dengan penuh kesabaran dan manusiawi.[6]
7. PERBEDAAN LATAR BELAKANG ANGGOTA
Latar belakang anggota bermacam-macam. Ada yang berkecukupan, ada yang tidak. Ada yang berasal dari berbagai suku, etnis ini dan itu. Ada yang mahir membaca not ada yang belum mahir. Ada yang suaranya sudah terbentuk bagus, ada yang belum. Ada yang temperamental ada yang sabar. Oleh karena perbedaan itulah maka kemungkinan konflik dapat saja terjadi.
Cara Mengelola :
• Pengelola perlu menanamkan semangat kebersamaan dengan sesekali retret bersama atau berkumpul bersama di luar latihan.
• Dikembangkan sikap saling menghargai satu sama lain.
8. SIBUK DI LUAR URUSAN TEKNIS PADUAN SUARA.
Hal utama yang ingin ditampilkan paduan suara adalah ‘berpadunya suara yang indah’. Hal-hal lain bukan menjadi utama dan hanya mendukung. Oleh karena itu urusan non teknis paduan suara hendaknya tidak menjadi nomor satu. Urusan-urusan non teknis tersebut misalnya pemilihan kostum, konsumsi, antar jemput, dan lain-lain.
Cara mengelola :
• Apabila terdapat konflik demikian dimusyawarahkan di luar latihan/selesai latihan sambil belajar berdemokrasi.
9. TIDAK ADA PENGIRING
Pengiring/organis menjadi langka, khususnya selama latihan. Atau bahkan di tempat latihan tidak terdapat iringan yang memadahi. Lama-lama, latihan bisa menjadi membosankan, dan dirigen pun akan kesulitan karena tidak dapat memberikan contoh dengan baik.
Cara Mengelola :
• Pengelola semaksimal mungkin menghadirkan iringan. Bila perlu saling bahu-membahu membeli iringan (organ/keyboard/piano).
• Pengelola semaksimal mungkin menghadirkan pengiring setiap latihan. Bilamana terdapat anggota yang berbakat dapat dikursuskan di kursus musik (gereja).
10. TEMPAT LATIHAN TIDAK LAYAK.
Tempat latihan yang dapat menampung sebuah kelompok paduan suara di kota besar, biasanya jarang. Padahal agar dapat berekspresi dengan bebas, maka tempat latihan yang lapang dan tidak mengganggu lingkungan sekitar sangat diperlukan.
Cara Mengelola :
• Pengelola mencari tempat latihan dengan memperhatikan jumlah anggota, bersih, serta keleluasaan menyanyi. Bila perlu, menyewa sebuah tempat dapat menjadi alternatif.
• Gedung gereja, atau sekolah dapat menjadi pilihan.
• Jangan latihan disembarang tempat yang mengakibatkan orang disekitar terganggu.[7]
11. PADUAN SUARA TIDAK MEMILIKI DANA CUKUP
Memang semangat paduan suara tidak hanya ditentukan dari dana yang tersimpan. Namun dana yang cukup dapat digunakan untuk membangun paduan suara.
Cara Mengelola:
• Menggali dana dengan mendapatkan stipendium (misalnya melayani misa kudus manten)
• Iuran anggota
• Mencari sponsor baik dari pribadi, lembaga maupun gereja.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi sebelum gereja membentuk kelompok padua suara cari terebih dahulu sosok pemimpin yang mempunyai kemampun seorang dirigen yang mampu mengurus segala aspek yang berhubungan dengan paduan suara dan mempunyai kualitas yang baik. Sesudah mempunyai dirigen, gereja juga harus memastikan pemain musik yang mempunyai kemampuan musik organis/piano yang baik yang bisa mengiringin setiap lagu yang ingin dinyanyikan, ketika gereja sudah mempunyai seorang dirigen dan pemain organis. Maka gereja sudah siap untuk membentuk kelompok paduan suara.
3.2 DAFTAR PUSTAKA
1. Walz Edgar 2006. Bagaimana Mengelola Gereja. BPK Gunung Mulia : Jakarta
2. Atmodjo K . Subronto 2011. Panduan Praktis Memimpin Paduan Suara. BPK Gunung Mulia : Jakarta
3. Dkk Thompson Marvella 1992. Pedoman Praktis Pelayanan Musik Gereja.Yayasan Baptis Indonesia: Bandung
4. Internet


[1] http://chrisnan-music.blogspot.co.id
[2] Marvella Thompson dkk. Pedoman Praktis Pelayanan Musik Gereja. (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia 1992) hlm 36
[3] Subronto K. Atmodjo. Panduan Praktis Memimpin Paduan Suara. (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2011) hlm 1-3
[4]  Edgar Walz. Bagaimana Mengelola Gereja. (Jakarta : BPK Gunung Mulia 2006) hlm19-20
[5] Marvella Thompson dkk. Pedoman Praktis Pelayanan Musik Gereja. (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia 1992) hlm 36-37
[6] Subronto K. Atmodjo. Panduan Praktis Memimpin Paduan Suara. (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2011) hlm 88-90
[7] Edgar Walz. Bagaimana Mengelola Gereja. (Jakarta : BPK Gunung Mulia 2006) hlm 20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar